Beranda | Artikel
Sihir Dalam Pandangan Al-Quran Dan As-Sunnah (Pendapat Para Ulama)
Rabu, 11 Agustus 2004

SIHIR DALAM PANDANGAN AL-QUR-AN DAN AS-SUNNAH

Oleh
Wahid bin Abdissalam Baali

Ketiga : Pendapat Para Ulama
1. Al-Khaththabi rahimahullah berkata: “Sekelompok orang dari kalangan ahli ilmu tabi’at sihir, telah mengingkari adanya sihir dan menafikan hakikatnya. Hal itu dapat dijawab, bahwa sihir itu sudah jelas ada dan hakikatnya pun nyata. Mayoritas umat dari bangsa Arab, Persia, India dan sebagian bangsa Romawi telah menyepakati keberadaan sihir. Mereka itu adalah penduduk bumi yang paling utama dan paling banyak ilmu, serta hikmah. Allah Ta’ala berfirman:

Mereka mengajarkan sihir kepada manusia“.[Al-Baqarah/2 : 102]

Dan Allah pun memerintahkan agar berlindung darinya, dimana Dia berfirman:

Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul“. [Al-Falaq/113 : 4]

Mengenai hal tersebut, telah diriwayatkan beberapa hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang tidak mungkin diingkari kecuali oleh orang yang mengingkari hal yang jelas dan pasti.

Para fuqoha telah memberikan beberapa alternatif mengenai hukuman bagi tukang sihir. Dan sesuatu yang tidak mempunyai dasar yang pasti maka tidak akan sampai pada tingkat kemasyhuran ini dan tidak sampai menarik perhatian. Oleh karena itu, menafikan menolak adanya sihir merupakan suatu tindakan yang bodoh,dan memberikan tanggapan kepada orang yang menapikan sihir merupakan tindakan sia-sia.[1]

2. Al-Qurtubi rahimahullah mengungkapkan: Ahlus Sunnah telah berpendapat bahwa sihir itu telah pasti ada dan memiliki hakikat. Sedangkan penganut Mu’tazilah secara umum dan Abu Ishaq al-Istirabadi, salah seorang penganut madzhab Syafi’i berpendapat, bahwa sihir itu tidak memiliki hakikat, tetapi sihir hanya merupakan tindakan pengelabuan, pemunculan bayangan dan penipuan terhadap sesuatu, tidak seperti yang (tampak) sebenarnya. Sihir kini tidak ada bedanya dengan hipnotis dan sulap. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala:

Terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka“. [Thaahaa/20 : 66]

Dan Allah tidak mengunakan kata tas’aa untuk pengertian yang sebenarnya, tetapi Dia mengatakan: Terbayangkan oleh Musa. Selain itu, Dia juga berfirman:

Mereka menyihir mata umat manusia“[Al-A’raf/7 : 116]

Lebih lanjut, Al-Qurtubi mengemukakan: Yang demikian itu tidak mengandung hujjah sama sekali, karena tidak memungkiri pengelabuan dan juga selainnya,yang merupakan bagian dari sihir. Tetapi, telah ditetapkan di balik itu berbagai hal yang diterima oleh akal dan pendengaran. Diantara hal itu adalah apa yang disebutkan dalam ayat diatas yang menyebutkan sihir dan mempelajarinya. Seandainya sihir itu tidak memiliki hakikat, maka tidak mungkin untuk dipelajari dan juga Allah Ta’ala tidak akan memberitahukan bahwa mereka mengajarkan sihir itu kepada umat manusia. Yang mana hal itu menunjukan bahwa sihir itu memang mempunyai hakikat.

Begitupun firman Allah Ta’ala yang menceritakan tentang kisah para tukang sihir Fir’aun: Mereka mendatangkan sihir yang besar : Al- A’raf/7 : 116 dan surat al-Falaq/113, dimana para ahli tafsir telah bersepakat bahwa sebab turunnya ayat ini adalah berkenaan dengan sihir Labid bin al-A’sham, hal tersebut juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori dan Imam Muslim serta perawi lainnya, dari Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir oleh seorang Yahudi dari suku Bani Zuraiq,yang bernama Labid Al A’sham. Didalam hadits tersebut disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat mengobati sihir berkata: Sesungguhnya Allah telah menyembuhkanku. Kata Asy-syifa adalah terjadi dengan menghilangkan sebab dan menghilangkan penyakit, sehingga hal itu menunjukan bahwa sihir itu memang ada dan hakiki. Keberadaan dan kejadian sihir itu dipastikan ada melalui pemberitahuan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Ulama telah mengeluarkan Ijma’ ( kesepakatan) mengenai hal tersebut. Dengan adanya kesepakatan mereka ini, maka tidak perlu dipedulikan lagi kebodohan kaum Mu’tazilah dan penentangan mereka terhadap pemegang kebenaran.

Selanjutnya, Al-Qurtubi mengemukakan: Pada zaman-zaman dulu, sihir ini telah tersebar luas dan banyak di perbincangkan oleh umat manusia, dan tidak tampak adanya penolakan (tentang adanya sihir) dari para Sahabat dan Tabi’in.[2]

3. Al-Mazari rahimahullah mengatakan: Sihir merupakan suatu hal yang tetap dan mempunyai hakikat seperti berbagai wujud lainnya, dan dia mempunyai pengaruh terhadap diri orang yang disihir. Pendapat ini bertentangan dengan orang yang mengklaim bahwa sihir itu tidak mempunyai hakikat, dan hal-hal yang sesuai dengan sihir itu tidak mempunyai hakikat, dan hal-hal yang sesuai dengan sihir itu tidak lain hanyalah hayalan semata, yang tidak mempunyai hakikat sama sekali.

Apa yang mereka klaim itu justru bathil dan tidak benar, karena Allah Ta’ala telah menyebutkan didalam kitab-Nya, al-Quran, bahwa sihir itu dapat dipelajari dan bahkan dapat menyebabkan seseorang menjadi kafir,serta bisa juga memisahkan pasangan suami isteri. Juga dalam hadits yang menceritakan tentang penyihiran terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan bahwasannya sihir itu berupa sesuatu yang ditimbun. Semuanya itu merupakan suatu hal yang tidak mungkin berlaku pada sesuatu yang tidak mempunyai hakikat, dan bagaimana mungkin sesuatu yang tidak mempunyai hakikat itu di pelajari?

Lebih lanjut, Al-Mazari mengungkapkan: Bukan suatu hal yang tidak rasional ketika Allah memunculkan kejadian yang luar biasa pada kalimat yang bercampur baur atau susunan berbagai benda atau percampuran antara berbagai kekuatan berdasarkan susunan yang tidak diketahui kecuali oleh tukang sihir. Diantara alat perantaranya ada yang mematikan, seperti racun, ada juga yang membuat sakit, misalnya obat-obatan yang panas dan ada juga yang membuat sehat, seperti obat-obatan yang membuat sehat, seperti obat-obatan yang membasmi penyakit. Bukan suatu yang tidak rasional jika seorang tukang sihir memiliki ilmu yang sangat kuat dan mematikan atau ucapan yang membinasakan atau mengakibatkan keretakan/ perpecahan.[3]

4. Imam al-Nawawi rahimahullah mengatakan: Yang benar adalah bahwa sihir itu mempunyai hakikat. Hal yang sama juga dipastikan oleh jumhur ulama secara keseluruhan. Hal tersebut didasarkanh pada Al-Quran dan As-Sunnah yang shahih lagi masyhur.[4]

5. Ibnu Qudamah rahimahullah mengungkapkan: Sihir itu memiliki hakikat, ada diantaranya yang mematikan, ada juga yang menghalangi pasangan suami isteri, dimana suami tidak dapat mencampuri isterinya dan ada juga sihir yang memisahkan antara suami dan isteri.

Lebih lanjut, Ibnu Qudamah rahimhullah mengatakan: sudah merupakan suatu hal yang popular dikalangan masyarakat umum, dimana ada pasangan suami isteri yang telah melakukan akad nikah, tetapi sang suami tidak kuasa mencampuri isterinya, dan jika akad pernikahannya telah putus, mantan suami itu baru bisa melakukan hubungan badan, yakni setelah dia tidak mungkin mencampurinya. Berita ini mencapai derajat mutawatir yang tidak mungkin diingkari.

Ibnu Qudamah juga mengemukakan: Berita tentang para tukang sihir itu disampaikan dan di sebarluaskan secara merata sehingga tidak mungkin untuk didusatakan. [5]

Didalam kitab Al-Kaafi, Abu Muhammad al-Maqdisi rahimahullah mengatakan: Sihir adalah jampi-jampi, mantra-mantra dan ikatan-ikatan yang memberikan pengaruh pada hati dan badan, sehingga ia bisa menimbulkan sakit, membunuh, atau memisahkan pasangan suami isteri. Allah Ta’ala berfirman:

Maka, mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya.[Al-Baqarah/2 : 102]

Dia juga berfirman:

Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.[Al-Falaq/113 : 4]

Yakni, wanita-wanita tukang sihir yang membuat buhul-buhul dalam sihir mereka dan meniup kedalam buhul-buhul itu. Seandainya sihir itu tidak mempunyai hakikat, niscaya Allah tidak akan memerintahkan umat manusia untuk meminta perlindungan darinya.[6]

6. Dalam kitab Badaa-i’ul Fawaa-id, al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: Firman Allah Ta’ala:

Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.” [Al-Falaq/113 : 4] dan juga hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha telah menunjukan adanya pengaruh dari sihir, dan bahwasannya sihir itu mempunyai hakikat.”[7]

7. Ibnu Abil Izza al-Hanafi rahimahullah mengemukakan: Para ulama telah berbeda pendapat mengenai hakikat sihir dan macam-macamnya. Mayoritas dari mereka mengatakan bahwa sihir itu bisa memberikan pengaruh terhadap kematian dan sakitnya seseorang, tanpa adanya sesuatu yang datang kepadanya secara nyata.[8]

[Disalin dari kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar edisi Indonesia Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah, Penulis Wahid bin Abdissalam Baali, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]
______
Footnote.
[1]. Syarhus Sunnah (XII / 188)
[2]. Tafsir al-Qurtubi (II / 46)
[3]. Zaadul Muslim (IV / 225 )
[4]. Dinukil dari kitab Fat-hul Baari (X / 222).
[5]. Al-mughni (X /106).
[6]. Dinukil dari kitab Fat-hul Majiid (314).
[7]. Dinukil dari catatan kaki kitab Fat-hul Majiid (315), dengan komentar al- Arna-uth. Badaa-i’ul Fawaa-id (XI / 227).
[8]. Syarh al-Aqiidah ath-Thahaawiyah (505)


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/974-sihir-dalam-pandangan-al-quran-dan-as-sunnah-pendapat-para-ulama.html